Rabu, 08 April 2009

Perempuan dalam Propaganda Media Televisi *

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 08.56
Budaya dalam pandangan cultural studies, bersifat politis yang dimaknai secara mendalam sebagai ranah atau tempat konflik dan pergumulan, ini yang kemudian memperluas kajian budaya yang selama ini menganggap budaya hanya dalam wilayah estetika. Budaya yang didalamnya ada sebuah pergumulan konflik ini akan berkaitan dengan perubahan dan representasi dari kelompok-kelompok sosial yang terpinggirkan terutama representasi kelas, gender dan ras. Salah satu yang menjadi sorotan menarik dalam kajian budaya ini adalah mengenai isu gender yang sedang mencari keproporsionalitasan peran antara laki-laki dengan perempuan. Yang selama ini terjadi adalah budaya patriarki yang selalu menempatkan perempuan dalam posisi yang subordinat, begitu pun dalam sebuah kajian budaya dan media massa.
Kajian mengenai budaya dan politik ini kemudian masuk dalam sebuah peran media yang berfungsi sebagai sarana penyaluran dari ide mengenai budaya tersebut dan banyak mempengaruhi persepsi atau pandangan masyarakat mengenai suatu hal. Media dalam konteks ini lebih menyorot mengenai televisi itu sendiri yang banyak berperan dalam melalui pesan visual yang menjadi kelebihannya dan sangat mempengaruhi konstruksi masyarakat mengenai suatu hal yang sebelumnya mereka pikirkan. Proses mempengaruhi ini dilakukan secara terus menerus dalam kaitannya sebagai reproduksi modal dari para pemasang iklan. Proses ini yang sering kita dengar dengan sebutan propaganda televisi dalam ranah masyarakat dengan melihat seberapa sering media televisi melakukan propaganda mengenai ketidak-proporsionalitasan gender dalam media televisi.
Ini pula yang kemudian mendasarkan mengapa sangat menarik menulis mengenai propaganda televisi dalam kaitannya dengan perempuan yang selalu disubordinasikan didalamnya. Perempuan sendiri menjadi objek yang harmonis antara budaya patriarki dengan kapitalisme yang ada dalam media televisi.


Makna Propaganda


Arti atau makna propaganda dalam pandangan beberapa ahli memiliki perbedaan terkait dengan sudut pandangan ahli tersebut dalam melihat makna propaganda. Menurut Dan Nimmo (1993), ada tiga pendekatan kepada persuasi politik, yakni propaganda, periklanan dan retorika. Ketiganya ini memiliki tujuan, disengaja dan memiliki pengaruh, sedangkan ketiganya harus menjalankan fungsi timbal balik yang melibatkan orang didalamnya dan kemudian menghasilkan persepsi dan kepercayaan yang beragam didalam proses tersebut. Menurut Jacques Ellul (dalam Dan Nimmo, 1993), propaganda sebagai komunikasi yang digunakan oleh suatu kelompok terorganisasi yang ingin menciptakan partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-tindakan suatu massa yang terdiri atas individu-individu, dipersatukan secara psikologis melalui manipulasi psikologis dan digabungkan di dalam suatu organisasi.
Dalam Encyclopedia International dikatakan bahwa propaganda adalah suatu jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi tanpa mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang disampaikan. Pendapat ini bila kita kontekskan pada pesan yang disampaikan oleh media televisi, banyak hilangnya sebuah makna dari hal yang ditampilkan dalam media televisi tersebut. Salah satunya adalah mengenai representasi perempuan dalam televisi, yang dalam pandangan budaya tidak mencerminkan kebebasan perempuan tersebut dan tidak bisa menonjolkan nilai luhur seorang perempuan.
Harold D. Laswell menyebutkan bahwa propaganda merupakan semata-mata kontrol opini yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti atau menyampaikan pendapat yang konkret dan akurat melalui sebuah cerita, rumor laporan gambar-gambar dan bentuk-bentuk lain yang bisa digunakan dalam komunikasi sosial. Salah satu hal yang membedakan propaganda dengan kampanye adalah sifat propaganda itu sendiri yang terus-menerus dalam mengangkat isu yang menjadi fokusnya. Artinya sifat propaganda itu sendiri tidak terpengaruh oleh sesuai atau tidak isu yang diangkatnya dengan agenda masyarakat yang sedang terjadi pada saat itu.

Propaganda Televisi

Pada sebuah media televisi, isi maupun kemasan acara yang mereka gunakan cenderung mengikuti selera “pasar” yang dimaknai sebagai kepentingan kelas kapital yang secara banyak menguasai produksi. Pola pasar ini yang kemudian akan mengakibatkan banyaknya pengaruh persepsi pasar dalam sebuah kemasan acara yang nantinya akan ditayangkan oleh televisi tersebut. Alasan yang cukup mendasar mengapa para perusahaan sangat antusias dalam mempromosikan acara mereka di televisi adalah karena televisi sendiri memiliki kelebihan dalam hal audio-visual yang mampu didengar dan dilihat. Kelebihan ini yang secara ekonomis bisa mempromosikan produk mereka dengan cara yang sangat maksimal dengan menampilkan secara jelas mengenai produk mereka tersebut.
Dalam sebuah televisi, produksi pesan yang disampaikan akan menghasilkan pesan tertentu yang nantinya akan berimbas pada pemaknaan pesan tersebut secara berulang. Penandaan masyarakat terhadap hal atau sesuatu yang ditampilkan oleh televisi, akan menyebabkan berubahnya pola pandang masyarakat terhadap suatu hal, ini akan terjadi jika sesuatu yang ditandai oleh masyarakat tersebut ditampilkan secara terus menerus atau berulang-ulang. Ini yang kemudian disebut sebagai propaganda televisi pada sesuatu yang menjadi kepentingannya. Pola propaganda televisi seperti ini, menurut saya sudah tidak sesuai dengan fungsi utamanya yang selalu harus diperhatikan yaitu fungsi informatif, edukatif, rekreatif dan sebagai sarana mensosialisasikan nilai-nilai atau pemahaman-pemahaman baik yang lama maupun yang baru.
Ketiadaan fungsi utama ini yang kemudian menyebabkan berubahnya peran televisi itu sendiri dalam masyarakat. Penghilangan sebuah esensi dalam setiap kemasan media televisi, yang berubah pada sebuah orientasi modal dalam balutan kepentingan “pasar”. Contohnya adalah sebuah iklan yang ditampilkan oleh media televisi, yang sifatnya terus menerus dalam beberapa waktu kedepan dan tentunya lama dari sebuah iklan tersebut disesuai dengan kepentingan produk tersebut. Sebuah iklan yang dalam setiap penayangannya menjanjikan pemasukan bagi televisi dan sisi lain bisa mempromosikan produk dari pihak perusahaan. Hubungan timbal balik ini yang sering menghilangkan makna dari sebuah iklan dan bahkan ada iklan yang sangat menyudutkan perempuan dalam kemasan iklan tersebut.


Perempuan dalam Televisi

Sebuah pertarungan yang terjadi dalam wilayah budaya, membawa akibat pada masuknya perempuan sebagai salah satu aktor dalam media televisi. Keikutsertaan perempuan dalam sebuah televisi belakangan ini, merupakan sebuah penunjukkan eksistensi diri mereka di ruang publik. Artinya, peran televisi disini perlu digarisbawahi bahwa tidak selamanya peran televisi ini mampu membangkitkan sebuah nilai estetika perempuan dalam layar kaca. Masuknya jenis macam kepentingan modal dalam sebuah “isi” televisi menyebabkan berubahnya orientasi kepentingan televisi tersebut yang berimbas pada masyarakat sebagai konsumen acara TV.
Masuknya perempuan dalam televisi dapat kita lihat dalam sebuah media iklan yang secara jelas menampilkan sosok perempuan yang sedemikian cantik dengan kriteria putih, tinggi, langsing dan berambut hitam lurus yang panjang. Pola konstruksi ini yang sangat mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai sosok perempuan dengan kriteria diatas. Propaganda yang dilakukan oleh media televisi dalam membangun secara terus menerus pola pemikiran mengenai perempuan tersebut, mempengaruhi pandangan masyarakat yang kemudian menganggap bahwa perempuan ideal adalah perempuan dengan kriteria diatas.
Sementara itu, iklan-iklannya dengan gencar menawarkan berbagai produk untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan fisik yang sifatnya sementara : alat kecantikan, makanan, minuman, pakaian dan kendaraan, yang umumnya hanya dapat dijangkau oleh keluarga yang berada. Seksisme yang terjadi dalam iklan televisi ini dengan menampilkan perempuan sebagai objek utamanya yang diekspoitasi dengan pola pikir yang sudah dibangun oleh kepentingan pemodal yang masuk dalam media televisi. Kemudian yang terjadi adalah bentuk ketidakmandirian pada perempuan, artinya perempuan tersebut diposisikan bukan sebagai perempuan yang sebenarnya yang memiliki nilai estetika murni dalam dirinya.

Referensi

Nurudin. 2001. Komunikasi Propaganda. Remaja Rosdakarya; Bandung.
Storey, John. 2004. Teori Budaya dan Budaya Pop Memetakan Lanskap Konseptual Cultural Studies. Qalam; Yogyakarta.
---------------- . 2007. Pengantar Komprehensif TEori dan Metode Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop. Jalasutra; Yogyakarta.


Oleh : Imam Budilaksono (PTK HMI-MPO Cabang Purwokerto)

No Response to "Perempuan dalam Propaganda Media Televisi *"

HMI KU UNTUK
INDONESIA BARU