Jumat, 28 Mei 2010

KPK Segera Tetapkan Status Hukum Sri Mulyani

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 04.05

pbhmiNET, PERNYATAAN SIKAP- Kelompok organisasi pergerakan yang terdiri dari Satgas Pandawa, Institute for Global Justice (IGJ), Institute Proklamasi, KB PMII, PP PMKRI, Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI), PB HMI MPO, dan Jaringan Kampus Nasional hari Jumat lalu (7/5/2010) melakukan diskusi membahas rencana pindahnya Sri Mulyani dari menteri keuangan menjadi managing director di World bank. Berikut adalah pernyataan sikap dari pertemuan tersebut:


Pernyataan Sikap

KPK Harus Segera Tetapkan Status Hukum Sri Mulyani





Langkah World Bank (Bank Dunia) yang menawarkan posisi managing director kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang tengah menghadapi sejumlah persoalan hukum, terkait kasus bailout Bank Century dan beberapa kasus pajak. Secara tidak langsung membuka tabir kecurigaan berbagai pihak selama ini bahwa rezim yang berkuasa sekarang adalah rezim neoliberal, yang mengabdikan dirinya pada kepentingan asing (komprador).
Intervensi asing pada kasus Sri Mulyani hanyalah satu gambaran bagaimana lembaga multilateral seperti World Bank dan sejenis, berperan dalam menentukan arah dan kebijakan dalam negeri Indonesia untuk memenuhi nafsu tamak mereka, celakanya, keinginan asing tersebut difasilitasi oleh rezim yang berkuasa.


Jauh sebelumnya kasus Sri Mulyani campur tangan asing sudah menusuk ke dalam jantung hati republik ini yakni ketika disahkanya undang-undang minyak dan gas (migas) No. 22 tahun 2010 yang diduga kuat merupakan pesanan lembaga-lembaga international seperti World Bank, USAID dan IMF , tiga lembaga dimana Sri Mulyani pernah dan akan berkarier disana.
UU Migas bukan saja memperlihatkan secara vulgar bagaimana elit-elit politik di Republik ini dapat diperalat oleh kekuatan asing untuk memenuhi nafsu mereka menjara seluruh isi perut republic, tapi juga kepada kita semua, rakyat Indonesia bahwa bangsa ini sudah kehilangan kewibawaannya, kehilangan jati dirinya ditangan kaum elit komprador.


Sejak kejatuhan presiden Soekarno kekuatan asing sangat berambisi untuk menguasai Indonesia. Presiden Amerika Serikat Richard Nixon pada tahun 1967 mengatakan “ Indonesia adalah ‘hadiah terbesar’ (the greatest prize) di wilayah Asia Tenggara” Hal senada juga dikata seorang pejabat Bank Dunia seperti dikutif, David Ramson dalam tulisannya Mafia Barkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia “Kejadian di Indonesia pada tahun 1965 merupakan kejadian yang terbaik bagi kepentingan Uncle Sam sejak perang Dunia II”.

Paska 1965, Amerika berupaya keras menguasai sistem politik dam ekonomi Indonesia, dengan menempatkan sejumlah orang-orangnya di pemerintahan, yang belakangan dikenal dengan istilah Mafia Berkeley . Ini persis sama yang dilakukan Amerika terhadap para pemuda Chile yang tergabung dalam Chicago Boys, ketika Augustu Pinochet (1873-1990) naik ketampuk kekuasaan

Begitu masuk dalam jajaran Kabinet Soeharto, para mafia Berkeleytancap gas membuat sejumlah kebijakan yang mempersentasikan kepentingan asing satu diantaranya; Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing .

Pada tahun 1980-an mafia Berkeley mendorong Indonesia melakukan liberalisasi sektor keuangan dan perbankan melalui kebijakan yang dengan istilah Pakto 88. Langkah selanjutnya di awal 1990-an, Indonesia didorong untuk menggalakkan investasi asing dan swasta guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. Akibatnya hutang luar negeri swasta Indonesia membengkak dari US$ 1,8 miliar pada tahun 1975 menjadi US$ 18,8 pada 1990. Tujuh tahun kemudian hutang luar negeri swasta Indonesia naik 4,5 kali lipat menjadi US$ 82,2 miliar.

Seiring dengan kejatuhan Soeharto pada 1998, pendekar-pendekar Mafia Berkeley tidak lagi duduk dipemerintahan, namun begitu tidak berarti kemudian pengaruh mereka hilang begitu saja dari pusat kekuasaan. Sebaliknya justeru semakin menguat. Penggaruh tersebut, terutama ditananamkan oleh kader-kader mereka, diantaranya; Sri Mulyani, Chatib Basri, Mari Pangestu, Boediono, dll.
Bahkan ditangan kader-kader mafia Berkeley tersebut, liberalisasi semakin tidak terkendali. Hampir seluruh sector ddiliberalisasi, termasuk yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Agenda liberalisasi Indonesia jauh melampaui liberalisasi di negara-negara kapitalis besar sekali pun.

Jelas sudah kiranya bahwa rezim yang berkuasa saat ini, bukan rezim yang berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi rezim menganut paham neoliberalisme, dan mengabdi pada kekuatan asing. James Petras (2004) menyebut hal seperti ini sebagai ekpansi penjajah (imperialist expansion).

Dalam kaitan itu, menyikapi perkembangan terkini, menyangkut langkah World Bank “menyelamatkan” Menteri Keuangan, Sri Mulyani—yang tengah berhadap dengan sejumlah persoalan hukum—dengan menempatkannya sebagai orang nomor 2 di lembaga multilateral tersebut, adalah sebuah bentuk campur tangan World Bank terhadap persoalan dalam negeri dari sebuah negara merdeka dan berdaulat.


Pembiaran intervensi World Bank terhadap kasus Sri Mulyani, samahalnya dengan membiarkan bangsa ini kehilangan martabatnya sebagai bangsa. Karena itu, kami sebagai salah satu element bangsa menuntut :


1. Tolak campur tangan asing terhadap persoalan-persoalan dalam negeri Indonesia.
2. Tegakan kewibawaan bangsa dan negara
3. Putuskan hubungan dengan World Bank
4. Tutup kantor perwakilan World Bank di Jakarta
5. Keluarkan seluruh antek-antek World Bank dan lembaga sejenisnya yang membawa paham neoliberalisme didalam kekuasaan
6. Tuntaskan kasus Century sampai ke akar-akarnya
7. Mendesakan KPK segera tetapkan status hukum Sri Mulyani



Jakarta 7 Mei 2010

No Response to "KPK Segera Tetapkan Status Hukum Sri Mulyani"

HMI KU UNTUK
INDONESIA BARU