Jumat, 28 Mei 2010

Unjuk Rasa Warnai Harkitnas di Purwokerto

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 23.38

PURWOKERTO--: Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) di Banyumas, Jawa Tengah, diwarnai demonstrasi oleh dua kelompok massa, kamis (20/5).

Kelompok pertama adalah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Banyumas Bersatu (Alat Bambu) dan kelompok dari Front Persatuan Pembebasan Nasional (FPPN) Purwokerto. Mereka menggelar unjuk rasa pada waktu berbeda.

Alat Bambu yang terdiri dari sejumlah elemen mahasiswa seperti HMI, HMI MPO, PMII, PMKRI, FMN, KAMMI dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Muhammadiyah Purwokerto berunjuk rasa di sejumlah titik, di antaranya adalah Perempatan Palma Jalan Jenderal Soedirman, RRI Purwokerto dan Alun-Alun Purwokerto.

Dalam aksinya tersebut metreka juga membawa berbagai macam poster berisi kritikan terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono yang dinilai sebagai sebagai agen neoliberalisme.

"Pemerintah harus segera merealisasikan anggaran pendidikan 20 persen di luar gaji guru. Kami juga minta pemerintah turun tangan untuk menghentikan liberalisasi pendidikan. Banyak warga miskin yang tidak sekolah gara-gara biaya yang begitu melambung," kata Koordinator aksi Harry saat berorasi di Alun-Alun Purwokerto.

Para mahasiswa itu juga menggelar aksi teatrikal, dengan menyeret orang menggunakan tali oleh seseorang yang memakai dasi untuk menggambarkan penindasan terhadap masyarakat miskin.

Usai aksi itu, sejumlah aktivis yang tergabung dalam FPPN juga mendatangi Alun-Alun Purwokerto. Mereka menyerukan supaya masyarakat bersatu dalam semangat gotong-royong dalam ekonomi dan politik dan menyatakan Pancasila sebagai alat perjuangan antineoliberalisme.[BMW]

Waspadai Ada Calon Titipan Koruptor di KPK

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 23.00


Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengingatkan bahwa para koruptor tentu juga akan bergerilya dalam proses seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.


Denny sudah memperoleh informasi itu. "Saya sudah dapat informasi ada gerakan dan upaya untuk masuk dalam Panitia Seleksi yang sedang berjalan. Mari kita kawal agar proses ini tidak berhasil," tuturnya dalam diskusi mingguan Radio Trijaya FM, Sabtu (29/5/2010).


Menurut staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, informasi yang dia dapat sangat diprcaya. Ada sejumlah calon yang digadang langsung oleh para koruptor. Para koruptor ingin mengamankan KPK untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan bisnis masing-masing. Namun, upaya ini tentu bisa melemahkan kinerja KPK.

"Kalau kami gagal memilih dengan baik, gerakan antikorupsi saya kira akan gagal," tambahnya. Meski begitu, Denny enggan berkomentar lebih jauh soal sumber ataupun nama-nama yang digadang seperti melempar batu ke air dan menimbulkan riak pertanyaan.

KPK Segera Tetapkan Status Hukum Sri Mulyani

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 04.05

pbhmiNET, PERNYATAAN SIKAP- Kelompok organisasi pergerakan yang terdiri dari Satgas Pandawa, Institute for Global Justice (IGJ), Institute Proklamasi, KB PMII, PP PMKRI, Gerakan Pemuda Patriotik Indonesia (GPPI), PB HMI MPO, dan Jaringan Kampus Nasional hari Jumat lalu (7/5/2010) melakukan diskusi membahas rencana pindahnya Sri Mulyani dari menteri keuangan menjadi managing director di World bank. Berikut adalah pernyataan sikap dari pertemuan tersebut:


Pernyataan Sikap

KPK Harus Segera Tetapkan Status Hukum Sri Mulyani





Langkah World Bank (Bank Dunia) yang menawarkan posisi managing director kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang tengah menghadapi sejumlah persoalan hukum, terkait kasus bailout Bank Century dan beberapa kasus pajak. Secara tidak langsung membuka tabir kecurigaan berbagai pihak selama ini bahwa rezim yang berkuasa sekarang adalah rezim neoliberal, yang mengabdikan dirinya pada kepentingan asing (komprador).
Intervensi asing pada kasus Sri Mulyani hanyalah satu gambaran bagaimana lembaga multilateral seperti World Bank dan sejenis, berperan dalam menentukan arah dan kebijakan dalam negeri Indonesia untuk memenuhi nafsu tamak mereka, celakanya, keinginan asing tersebut difasilitasi oleh rezim yang berkuasa.


Jauh sebelumnya kasus Sri Mulyani campur tangan asing sudah menusuk ke dalam jantung hati republik ini yakni ketika disahkanya undang-undang minyak dan gas (migas) No. 22 tahun 2010 yang diduga kuat merupakan pesanan lembaga-lembaga international seperti World Bank, USAID dan IMF , tiga lembaga dimana Sri Mulyani pernah dan akan berkarier disana.
UU Migas bukan saja memperlihatkan secara vulgar bagaimana elit-elit politik di Republik ini dapat diperalat oleh kekuatan asing untuk memenuhi nafsu mereka menjara seluruh isi perut republic, tapi juga kepada kita semua, rakyat Indonesia bahwa bangsa ini sudah kehilangan kewibawaannya, kehilangan jati dirinya ditangan kaum elit komprador.


Sejak kejatuhan presiden Soekarno kekuatan asing sangat berambisi untuk menguasai Indonesia. Presiden Amerika Serikat Richard Nixon pada tahun 1967 mengatakan “ Indonesia adalah ‘hadiah terbesar’ (the greatest prize) di wilayah Asia Tenggara” Hal senada juga dikata seorang pejabat Bank Dunia seperti dikutif, David Ramson dalam tulisannya Mafia Barkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia “Kejadian di Indonesia pada tahun 1965 merupakan kejadian yang terbaik bagi kepentingan Uncle Sam sejak perang Dunia II”.

Paska 1965, Amerika berupaya keras menguasai sistem politik dam ekonomi Indonesia, dengan menempatkan sejumlah orang-orangnya di pemerintahan, yang belakangan dikenal dengan istilah Mafia Berkeley . Ini persis sama yang dilakukan Amerika terhadap para pemuda Chile yang tergabung dalam Chicago Boys, ketika Augustu Pinochet (1873-1990) naik ketampuk kekuasaan

Begitu masuk dalam jajaran Kabinet Soeharto, para mafia Berkeleytancap gas membuat sejumlah kebijakan yang mempersentasikan kepentingan asing satu diantaranya; Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing .

Pada tahun 1980-an mafia Berkeley mendorong Indonesia melakukan liberalisasi sektor keuangan dan perbankan melalui kebijakan yang dengan istilah Pakto 88. Langkah selanjutnya di awal 1990-an, Indonesia didorong untuk menggalakkan investasi asing dan swasta guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. Akibatnya hutang luar negeri swasta Indonesia membengkak dari US$ 1,8 miliar pada tahun 1975 menjadi US$ 18,8 pada 1990. Tujuh tahun kemudian hutang luar negeri swasta Indonesia naik 4,5 kali lipat menjadi US$ 82,2 miliar.

Seiring dengan kejatuhan Soeharto pada 1998, pendekar-pendekar Mafia Berkeley tidak lagi duduk dipemerintahan, namun begitu tidak berarti kemudian pengaruh mereka hilang begitu saja dari pusat kekuasaan. Sebaliknya justeru semakin menguat. Penggaruh tersebut, terutama ditananamkan oleh kader-kader mereka, diantaranya; Sri Mulyani, Chatib Basri, Mari Pangestu, Boediono, dll.
Bahkan ditangan kader-kader mafia Berkeley tersebut, liberalisasi semakin tidak terkendali. Hampir seluruh sector ddiliberalisasi, termasuk yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Agenda liberalisasi Indonesia jauh melampaui liberalisasi di negara-negara kapitalis besar sekali pun.

Jelas sudah kiranya bahwa rezim yang berkuasa saat ini, bukan rezim yang berpihak pada kepentingan rakyat, tetapi rezim menganut paham neoliberalisme, dan mengabdi pada kekuatan asing. James Petras (2004) menyebut hal seperti ini sebagai ekpansi penjajah (imperialist expansion).

Dalam kaitan itu, menyikapi perkembangan terkini, menyangkut langkah World Bank “menyelamatkan” Menteri Keuangan, Sri Mulyani—yang tengah berhadap dengan sejumlah persoalan hukum—dengan menempatkannya sebagai orang nomor 2 di lembaga multilateral tersebut, adalah sebuah bentuk campur tangan World Bank terhadap persoalan dalam negeri dari sebuah negara merdeka dan berdaulat.


Pembiaran intervensi World Bank terhadap kasus Sri Mulyani, samahalnya dengan membiarkan bangsa ini kehilangan martabatnya sebagai bangsa. Karena itu, kami sebagai salah satu element bangsa menuntut :


1. Tolak campur tangan asing terhadap persoalan-persoalan dalam negeri Indonesia.
2. Tegakan kewibawaan bangsa dan negara
3. Putuskan hubungan dengan World Bank
4. Tutup kantor perwakilan World Bank di Jakarta
5. Keluarkan seluruh antek-antek World Bank dan lembaga sejenisnya yang membawa paham neoliberalisme didalam kekuasaan
6. Tuntaskan kasus Century sampai ke akar-akarnya
7. Mendesakan KPK segera tetapkan status hukum Sri Mulyani



Jakarta 7 Mei 2010

Anas Urbaningrum, Demokrat dan HMI

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 03.49


Jakarta, pbhmiNET- setelah makan berjamaah di sekretariat PB HMI, dari tim kesekretariatan mencoba melaksanakan diskusi dengan tema “Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Anas Urbaningrum”., diskusi ini diantar langsung oleh Nanang Qosim komisi politik PB HMI.

Dengan naiknya anas sebagai ketua umum demokrat merupakan representai dari kaum muda, karena dinamika politik partai politik di kuasai oleh orang tua, di Hanura ada wiranto, PDIP Megawati, PBB dengan M. Ka’ban. Seperti halnya sepakbola bintang di partai demokrat adalah anas, 2009 pada pemilihan legislative Anas lebih banyak mendapatkan suara di bandingkan dengan calon legislative lainnya. Anas memilki tipe politik yang memakai hati nurani dari sisi intelektual memilki kecerdasan di atas rata-rata, menurut ketua komisi politik PB HMI.


Kemenangan Anas dapat di prediksi bisa saja menjadi peluang untuk bersama-sama membangun konsilidasi dengan latar belakang ke-HMI-an, karena kolega HMI sangat kuat dan naiknya Anas tidak terlepas dari dukungan dari para senior di KAHMI termasuk bang Akbar Tanjung, eksistensi demokrat di bawah Anas dapat bisa eksis dan diprediksi bertahan dalam kancah perpolitikan di Indonesia


“Belum terlalu yakin dengan Anas” karena mungkin akan terlena dengan jabatannya melupakan rakyat yang memilihnya, latar belakang HMI Anas belum tentu berefek baik untuk mengembangkan bangsa, menurut mantan ketua bidang PTK HMI Cabang Makassar.


Kader-kader HMI jangan samapai menjadi buta dan tuli melihat fenomena perpolitikan di partai politik, pertanyaan paling mendasar, “apa keuntungan bagi HMI” menurut ketua bidang riset kanda Usman. Anas hanya faktor kebetulan saja masuk democrat didorong oleh kasus korupsi di KPU. Kemudian pertanyaan berikutnya adalah “posisi HMI di mana” saya yakin HMI-MPO kedepan lebih eksis di kancah dunia politik. Yang lebih penting adalah gagasan kita dalam membangun bangsa.


Peran kader HMI sebagai organisasi pemuda melihat perkembangan partai politik, kita harus memikirkan HMI pada wilayah gerakan, kita harus juga mengakui bahwa HMI adalah lembaga politik setidaknya HMI selalalu bersentuhan dengan gerakan politik Indonesia, sehingga perubahan internal HMI harus tetap memperhatikan keseimbangan kebutuhan internal dan eksternal.

HMI : Apa KPK Sudah Ikut-Ikutan Impoten?

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 03.27

Himpunan mahasiswa Islam (HMI) MPO mempertanyakan kesungguhan KPK dalam menangani kasus Bank Century. Mereka menganggap KPK sudah mulai ikut-ikutan impoten dalam penanganan kasus Bank Century.


Dalam “Diskriminasi Hukum Skandal Century” di Jakarta, Minggu (2/5), Ketua Umum HMI MPO mengatakan sikap KPK yang terkesan lambat dalam menangani kasus Century membuat rasa kepercayaan masyarakat terhadap KPK menurun.


“Masyarakat bertanya-tanya bagaimana kelanjutan Century. Apakah KPK sudah ikut-ikutan impoten,” ujar Chozin.


Chozin juga menyayangkan sikap KPK yang mendatangi Boediono dan Sri Mulyani dalam pemeriksaan mereka dalam kasus Bank Century.


” Masak untuk memeriksa Boediono dan Sri Mulyani, KPK harus sowan mendatangi pejabat yang bersangkutan. Anehnya lagi, ketika di sowan, tuan rumah malah rapat,” ujar Chozin. “ Seharusnya mereka yang diperiksa mendatangi, bukan didatangi.”


Pada Kamis, 29 April 2010 Menteri Keuangan Sri Mulyani menjalani pemeriksaan KPK di kantor Kementerian Keuangan. Pemeriksaan tidak dilakukan di gedung KPK dengan alasan kesibukan menteri.


Sementara, Boediono diperiksa esok harinya, Jumat 30 April 2010 di Istana Wakil Presiden, dengan argumentasi, bahwa Wakil Presiden adalah simbol negara.

Bla Bla Bla Pendidikan

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 03.12

“PENDIDIKAN itu penting. Karena berpendidikan, maka kita tahu bahwa pendidikan itu tidak penting.”

(potongan dialog dalam “Alangkah Lucunya Negeri Ini”)

Jika saya mempunyai tongkat sulap, saya akan mengucapkan “Abrakadabra!” untuk membuat semua orang di dunia ini menjadi pintar. Tapi sayang, pendidikan bukanlah hal yang hasilnya dicapai sekejap. “Simsalabim” penyihir atau “doa sapujagat” yang dipanjatkan Kyai Langitan pun tak dapat membuat kita pintar secepat pesan singkat via ponsel. Pendidikan adalah sebuah proses yang tak sebentar. Bisa dibilang sangat lama. Sepertinya, pesan moral “tuntutlah ilmu dari rahim ibu hingga liang lahat” merupakan pendorong kita yang “kelelahan” belajar.


Proses pendidikan yang panjang mengharuskan penyediaan sebagian besar waktu di setiap hari dalam usia hidup kita. Aksioma ini, harus diludahi oleh tak sedikit dari kita yang dihimpit beban ekonomi dalam hidupnya. Pilihan untuk “sekolah” atau “kerja” sering menjadi sikap yang realistis. Karena, harapan hidup untuk menjadi orang berada, seperti masa depan yang kosong saat diletakan di rel (proses) pendidikan.


Proses kehidupan


Sebagai makhluk yang sempurna, kesempurnaan manusia bukan diwujudkan dengan sifat/sikap merasa lebih. Makhluk berakal ini dapat menjadi sempurna, justru karena diposisikannya pada entitas yang “kurang”. Manusia sempurna, karena dirinya merasa “tak sempurna”, membutuhkan banyak hal untuk didapat dan dipelajari. Hidupnya dijalani dengan tindak mengisi ketiadaan dengan belajar.


Bila diartikan dengan kalimat yang lebih akrobatik, pendidikan adalah proses kesadaran (dan menyadari) manusia dalam kehidupannya untuk menjadi dirinya sempurna dari ketaksempurnaan. Sehingga, tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Proses yang bernama pendidikan ini, merupakan perjalanan manusia menuju “manusia”.


Dasar nilai bahwa pendidikan adalah proses, bagi saya bisa menjawab kebingungan masyarakat terhadap pendidikan yang dijalani. Adalah salah, jika kita sekolah untuk menjadi “pintar”. Tak benar, jika kita sekolah untuk mendapat nilai (angka), kelulusan, raport, ranking, ijazah, indeks prestasi (IP), cumlaude, gelar atau status hasil lainnya. Sehingga, bukan hal yang aneh jika banyak sarjana yang menganggur. Pengangguran terdidik semakin meningkat karena sebagian masyarakat menganggap pendidikan bertujuan untuk mendapat gelar, dan gelar itu digunakan untuk mendapatkan pekerjaan.


Pendidikan adalah proses juga bisa mengoreksi bagi masyarakat yang memandang bahwa pendidikan didapat harus dan hanya dengan masuk sekolah formal. Ada penilaian di masyarakat kita bahwa, cuma mereka yang bergelar sekolah formal yang dianggap sebagai orang berpendidikan. Padahal pendidikan jauh lebih kaya berada di luar gedung sekolah. Pendidikan adalah (proses) kehidupan itu sendiri. Menjalankannya selalu menyertai refleksi terhadap kehidupan manusia. Cukup banyak tokoh dunia dalam “100 Tokoh Paling Berpengaruh” (Michael H. Hart), tak tumbuh dari sekolah formal. Tak sedikit pendidikan diterapkan di negeri ini tak relevan dengan yang terjadi dan dibutuhkan di dalam kehidupan. Itulah mengapa sang juara kelas belum tentu baik dalam menjalani kehidupan bermasyarakat pasca sekolah.


Kesalahan juga terjadi pada masyarakat yang berpandangan bahwa pendidikan untuk mendapatkan pekerjaan. Bagi mereka, pendidikan dijalankan karena dia bisa menjadikan manusia kaya harta. Ini watak pendidikan ala pedagang. Pendidikan dinilai sebagai modal investasi yang terus dikeluarkan, di mana nantinya, setelah lulus ia menghitung-hitung apakah gaji dari pekerjaanya sudah balik modal (break event point) atau belum.


Yang membebaskan


Selain karena kesadaran akan “ketidak sempurnaan”-nya, manusia dinobatkan sebagai makhluk sempurna karena dia diberikan “kebebasan” oleh Penciptanya. Ia bukanlah malaikat yang ditugaskan hanya untuk patuh beribadah. Bukan pula ia sebagai setan yang kerjanya membangkang dan menggoda. Homo sapiens tak sama dengan binatang yang hanya tahu makan, buang air, beranak dan mem(/di)buru. Ia pun tak sama dengan abiotik yang eksistensinya patuh pada kausalitas alam. Manusia punya pilihan bebas untuk menentukan apa dan bagaimana dirinya eksis.


Saya meyakini, bahwa pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang membebaskan. Artinya, dasar menjalankannya adalah kesadaran, bukan paksaan. Kita memberikan dan memilih rekomendasi hal. “Pecut” untuk menggerakan kita yang terlibat didalamnya adalah saran dan kritik, bukan angka penilaian (yang otoriter) dan hukuman. Pendekatannya dengan senyum dan dialog, bukan “jutek” dan keputusan sepihak.


Tak ada iklim yang membebaskan jika kita tak ditempatkan pada kedudukan yang setara. Kita semua tak ada yang lebih tinggi, tak ada yang lebih rendah. Guru dan siswa adalah setara. Siswa lelaki dan perempuan pun setara. Siswa kelas satu, dua dan tiga juga setara. Guru dan staf adalah setara. Pimpinan dan yang dipimpin pun setara. Yang membedakan adalah fungsi kerjanya. Penilaiannya adalah benar/salah, baik/buruk yang didialogkan; bukan keputusan sepihak dari apakah dia guru, siswa, staf, atau pimpinan. Guru bisa salah, dan siswa sangat mungkin benar.


Pendidikan yang membebaskan pun berarti sekolah tak bisa otoriter menentukan apa yang benar/salah, baik/buruk bagi siswa. Sekolah, di era kebebasan informasi ini, tak menjadi satu-satunya oase ilmu dan moral (etika). Di suatu waktu, siswa bisa lebih tahu dibandingkan guru, karena setiap apa yang disebutkan oleh guru, tak lebih lengkap dengan apa yang terhampar dari situs pencarian Google. Apa yang aktual, belum tentu diketahui lebih dulu oleh guru, karena “world-wide-web” bisa menemukan apa saja setiap detiknya.


Kita bukan di zaman nabi dimana “Kebenaran” hanya ada dalam sabdanya. Kita pun bukan berada di era pra renaisans, yang pada saat itu benar/baik ditentukan oleh para agamawan yang mengklaim sebagai penerus nabi atau perpanjangan tangan Tuhan. Kita pun bukan lagi sebagai masyarakat yang mengkultuskan tokoh; memaknai “guru” dengan kepanjangan “digugu dan ditiru”. Sekolah beserta guru-guru di dalamnya bisa salah, dan masyarakat yang berada di luar pagar sekolah, sangat memungkinkan untuk merekomendasikan kebenaran. Sehingga, sekolah (sebagai lembaga komunitas guru) berdiri setara dengan keluarga (siswa beserta orang tua) dan masyarakat.


Meyakini pendidikan


Bla bla bla pendidikan tersebut penting—setidaknya bagi saya—untuk merefleksikan fenomena belakangan, di mana program standardisasi pendidikan kian marak. Bentuknya ada akreditasi, standar nasional/internasional, sertifikasi sampai Ujian Nasional (UN). Bagi saya semua itu bertentangan dengan makna pendidikan sebagai proses yang membebaskan. Kehidupan manusia adalah hamparan keragaman. Setiap manusia, setiap keluarga, setiap masyarakat, setiap daerah, mempunyai standar tersendiri. Menetapkan standar tunggal—apalagi dijabarkan dengan angka-angka—sebagai palu godam kelulusan merupakan sikap yang menafikan keragaman manusia.


Standardisasi justru tidak meningkatkan mutu pendidikan. Pendidikan yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, malah hilang dengan adanya standardisasi, khususnya UN. Mengartikan kecerdasan hanya pada aspek kognitif (intelektual) telah mereduksi multi aspek kecerdasan manusia. Menurut pakar pendidikan Harvard University, Dr. Howard Garnerd, kecerdasan manusia terdiri dari kecerdasan bahasa (linguisitic intelegence), kecerdasan matematis-logis (logical-mathematical intelegence), kecerdasan ritmis-musikal (musical-rythmic intelegence), kecerdasan kinestik-tubuh (bodily-kinesthetic intelegence), kecerdasan interpersonal (interpersonal intelegence), kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelegence), kecerdasan naturalis (naturalyst intelegence).


Pendidikan harusnya melibatkan keragaman dan multi-potensi manusia yang ada. Ini mendorong alternatif pendidikan. Banyaknya bentuk pendidikan akan semakin mewakili karakter dan keinginan peserta didik. Jika menuntut hasil dari pendidikan, ukuran keberhasilannya adalah bagaimana peserta didik mempunyai pemikiran yang membebaskan, menyertai keunikan dari masing-masing karakternya. Tak hanya cerdas dalam arti kognitif semisal hitungan, membaca atau yang lainnya, tapi juga cerdas untuk bersikap tidak diskriminatif, adil dan bermanfaat terhadap sesama, alam beserta isinya.


Dalam proses panjang yang tak selesai dengan abrakadabra, simsalabim, atau doa sapujagat, pendidikan harus dijalani dengan keyakinan penuh yang sungguh. Keyakinan bahwa pendidikan itu penting. Bukan seperti yang dikatakan anak-anak pencopet dalam “Alangkah Lucunya Negeri Ini” bahwa pendidikan untuk kaya, seperti koruptor. Bukan pula menurut Muluk (diperankan oleh Reza Rahadian) dan Samsul (Asrul Dahlan), bahwa dengan pendidikan kita bisa tahu pendidikan itu tak penting. Pendidikan penting karena—dengan me-nulis/ucapkan ala Ribut (Sakurta Ginting)—pendidikan adalah proses adalah yang adalah membebaskan adalah manusia adalah untuk adalah memanusiakan adalah manusia (adalah cukup!). []


* Tulisan ini diambil dari http://hminews.com/opini/bla-bla-bla-pendidikan/

Beberapa data dan fakta tentang negeri ini*

LAPMI HMI-MPO PURWOKERTO @ 01.04


  1. Di masa Raffles (1811), pemilik modal swasta hanya boleh menguasai lahan maksimal 45 tahun. Di masa Hindia-Belanda (1870) hanya boleh menguasai lahan maksimal selama 75 tahun. Dan di masa SBY berdasarkan UU No. 25 tahun 2007, pemilik modal diperbolehkan menguasai lahan selama 95 tahun. Teritorial Indonesia (tanah dan laut) telah dibagi dalam bentuk KK migas, KK Pertambangan, HGU Perkebunan, dan HPH Hutan. Total 175 juta hektar (93% luas daratan Indonesai) milik pemodal swasta/asing.
  2. Hutang Luar Negeri Indonesia (pemerintah dan swasta) sebesar dua ribu lima ratus trilyun rupiah (2.500.000.000.000) diantaranya dibuat selama 5 tahun pemerintahan SBY sebesar 300an triliun. Bunga dan cicilan pokok 450 trilyun. Pertumbuhan ekonomi 4-6% per tahun hanya untuk biaya bunga dan cicilan pokok hutang LN. Sebuah sumber menyatakan, negara telah bangkrut secara akuntansi karena hutang lebih besar dari aset. Kekuatan ekonomi bangsa Indonesia telah terjebak dalam hutang berkepanjangan (dabt trap) hingga tak ada jalan kelauar. Kita akan terus hidup dalam bergantung pada hutang. Sementara itu diduga ada mafia dalam ”permainan hutang” ini yang mengambil keuntungan dari ”elisih bunga pinjaman hutang”. Makin banyak pinjaman, makin menguntungkan mafia ini.
  3. Sebanyak 85% kekayaan migas, 75% kekayaan batubara, 50% lebih kekayaan perkebunan dan hutan dikuasai modal asing. Hasilnya 90% dikirim dan dinikmati oleh negara-negara maju. Sementara Cina tidak mengekspor batubara, Jepang terus menumpuk cadangan batubaranya. Sekarang kita harus bertarung di pasar bebas dagang dengan Cina – Asean. Ibarat petinju kelas bulu diadu dengan petinju kelas berat dunia. Siapa yang melindungi rakyat dan tumpah darah kita ini??
  4. 40 tahun lalu pendapatan rakyat Asia Timur rata-rata sebesar US$ 100, bahkan Cina Cuma US$ 50. kini Malaysia tumbuh 5 kali lipat lebih besar dari pendapatan Indonesia, Taiwan (16 kali lipat), Korea (20 kali lipat), Cina (1,5 kali lipat) dan telah jadi raksasa ekonomi, politik dan militer di Asia. Ke mana hasil SDA kita yang sudah dikuras selama hampir 40 tahun ini? Tentu hanya memperkaya negara Barat, Singapura, ASIA Timur dan tentu saja oknum-oknum Kapitalis Indonesia.!!
  5. Ekonomi Indonesia hanya dikendalikan oleh 400an keluarga yang menguasai ribuan perusahaan. Sejak orde baru, mereka dapat monopoli kredit murah, perlindungan tarif, kuota, dan sebagainya. Semua itu karena mereka memberi upeti kepada penguasa. Sementara usaha kecil yang puluhan juta dianiaya, digusur, dan dipinggirkan.
  6. Akibat dari BLBI 1997, di mana Boediono terlibat dan dipecat oleh Soeharto, maka banyak bank berantakan. Kemudian rekapitalisasi ratusan trilyun. Bunga rekapitalisasi setiap tahunnya ditanggung oleh rakyat Indonesia melalui APBN sebesar puluhan trilyun untuk jangka 30 tahun ke depan. Yang menikmati BLBI diantaranya Syamsul Nursalim dkk, ongkang-ongkang kaki di Singapura (bahkan melalui Ayin tetap menjalin ”persahabatan” dengan Penguasa Indonesia). Parahnya lagi, sekarang keadaan perbankan 66-70% sudah dikuasai oleh modal asing. Sebagian bank yang dikuasai asing itu menikmati bunga rekapitalisasi yang ditanggung oleh APBN tersebut. Kesimpulannya, negara Indonesia ini sudah berantakan dalam aspek-aspek mendasarnya (teritori, utang, dan keuangan).
  7. Dengan iming-iming pinjaman US$ 400 juta dari Word Bank, Undang-undang Migas harus memuat ayat: Indonesia hanya boleh menggunakan maksimal 25% hasil produksi gas-nya. Bayangkan, kita eksportir gas terbesar di Asia, tapi penggunaan gas-nya diatur dari luar.! Akibatnya PT Pupuk Iskandar Muda dan PT Asean Aceh Fertilizer tutup karena kekurangan pasokan gas. Ini sama saja tikus mati di lumbung padi.! Bahkan sekarang harga gas untuk rakyat mau dinaikkan lagi.
  8. Dengan total anggaran belanja 3.660 trilyun (tahun 2005s/d 2009), selama 1825 hari kerja, rezim ini hanya mampu menurunkan jumlah orang miskin dari 36,1 juta (16,6%) menjadi 32,5 juta (14,15%). Sumber lain malah menyebut terjadi penambahan jumlah orang miskin. Sementara pengangguran terbuka makin meningkat dari 7% menjadi kurang lebih 8,5%. Padahal sebagian rakyatnya sudah rela menjadi kuli di negeri orang. Mau ke mana rakyat dan negeri ini dibawa??
  9. Beberapa tahun terakhir ini kita impor 1,6 juta ton gula, 1,8 juta ton kedelai, 1,2 juta ton jagung, 1 juta ton bungkil makanan ternak, 1,5 juta ton garam, 100 ribu ton kacang tanah, bahkan pernah mengimpor sebanyak 2 juta ton beras. Pastinya ada yang salah dengan kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia menyangkut sektor pertanian. Pasti juga ada agen kapitalis yang bermain di balik penindasan yang terjadi terhadap para petani Indonesia ini.
  10. Untuk pemenangan PEMILU dan PILPRES (selain “PROYEK CENTURY”), demi bertahannya rezim “anak manis” ini, maka majikan dari luar (BANK DUNIA) memberi bantuan memberi bantuan pinjaman sekitar 50 trilyun untuk mengambil hati orang desa , masyarakat miskin, dan pegawai negeri (PNPM, BLT, GAJI ke-13, JAMKESMAS, KUR, RASKIN, dll). Utang makin bertambah demi citra rezim di mata rakyat ‘bodoh’. Ditambah lagi dengan utang, untuk kesejahteraan pegawai Depkeu atas nama REFORMASI BIROKRASI, sebesar hampir 15 trilyun, yang menghasilkan GAYUS MARKUS. Makin sempurnalah kejahatan rezim ini.
  11. Penerimaan negara dari mineral dan batubara hanya 3 persen (21 trilyun pada tahun 2006). Padahal kerusakan lingkungan dan hutan yang terjadi sangat dahsyat dan mengerikan. Devisa remittance dari apra tenaga kerja indonesia (TKI) saja bisa menacapai 30 trilyun pada tahun yang sama. Jadi, kemanakah larinya hasil emas, tembaga, nikel, perak, batubara, hasil hutan lainnya, dan seterusnya yang ribuan trilyun itu???
  12. Dari permainan ekspor impor minyak mentah, pelaku perburuan rente migas ‘terpelihara’ dan setiap tahun negara dirugikan sampai 4 trilyun. Namun menguntungkan ‘oknum’ tertentu yang dikenal sebagai MR TWO DOLLARS. Inikah penyebab pansus BBM tidak berkutik? Siapakah dia?
  13. Disepakati kontrak penjualan gas (LNG) ke luar negeri dengan harga antara 3-4 dollar amerika/mmbtu. Padahal saat kontrak disepakati, harga pasar internasional US$ 9/mmbtu. Gas dipersembahkan buat siapa? Siapa yang bermain?
  14. Dugaan kekayaan negara yang hilang sia-sia: 1) dengan memakai asumsi Prof. Soemitro, 30% bocor, maka kalau APBN 2007 sebesar 750 trilyun, maka bocornya kurang lebih 250 trilyun. 2) Penyelundupan kayu/pencurian hasil laut, pasir dan lain-lain 100 trilyun. 3) Potensi pajak yang tidak masuk kas negara tahun 2002 (meurut Kwik Kian Gie) sekitar 240 trilyun, kalau sekarang misalnya dua kali lipat, maka angkanya berkisar 500 trilyun. 4) Subsidi ke bank yang sakit menurut Kwik 40 trilyun tahun 2002. Maka secara kasar, potensi pendapatan negara yang hilang sia-sia totalnya 890 trilyun. Itulah salah satu sebab rakyat tetap miskin, segelintir orang maha kaya dan negara tertentu kecipratan menjadi kaya.
  15. Dengan standar buatan Indonesia, orang miskin di negeri ini tahun 2006 berjumlah 39 juta (dengan pendapatan per hari 5.095). tapi kalau memakai standar bank dunia/ standar internasional, yaitu US$ 2 per hati, maka orang miskin di Indonesia kurang lebih 144 juta orang (65%). Lalu apa yang kita banggakan dari pemimpin bangsa ini??
  16. Tahun 2005 BPK menemukan 900 rekening gelap senilai 22,4 trilyun milik 18 instansi pemerintah. Pada waktu itu ada 43 instansi yang belum diaudit. Jadi masih banyak uang negara yang gelap yang belum dimanfaatkan. Kenapa mesti menghutang untuk memberi rakyat raskin dan BLT?? Kenapa jalan-jalan raya di tengah kota banyak yang bolong-bolong? Kenapa begitu banyak orang yang mengemis di pinggir-pinggir jalan?
  17. Dengan 63 hypermarket, 16 supermarket di 22 kota (termasuk 29 hypermarket Alfa dan jaringannya di seluruh Indonesia), maka Carefour Indonesia (yang komisarisnya jendral-jendral) total menguasai bisnis ritel. Bagaimana nasib jutaan warung-warung kelontong milik rakyat kecil? Atas nama liberalisme, pasar semua digusur.?
  18. Sampai sekarang jumlah mall dengan konsep one stop shopping di Jakarta sekitar 80an dan akan bertambah tahun ini menjadi 90an. Sementara pasar tradisional yang dikelola PD Pasar Jaya tinggal 150an dalam keadaan ”babak belur”. SIAPAKAH PEMILIK MALL?? Sementara penghuni pasar tradisional mayoritas pribumi yang dengan memelas dan menjerit pendapatannya terus melorot. Siapa yang peduli mereka?? Persaingan atas nama ideologi apa ini? Atau penindasan rakyat macam apa ini??
Itulah beberapa butir yang membuat kita termotivasi untuk mengadakan perlawanan terhadap rezim penghisap, penindas, dan penjajah gaya baru dan antek-anteknya di Indonesia kita yang tercinta ini.


* Tulisan ini mendasarkan datanya dari tulisan-tulisan: Rizal Ramli, Fuad Bawazier, Salamuddin Daeng, Tjatur Sapto Edi, Kwik Kian Gie.
HMI KU UNTUK
INDONESIA BARU